Selasa, 02 Juni 2015

Pasir Putih Menyapa...

               

Di dunia sering sekali kita menjumpai banyak keindahan. Seluruh keindahan yang kita nikmati ini merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya sementara. Rasa syukur harus selalu kita panjatkan karena mengingat semua ini hanya titipan dariNya. Napas yang kita hirup setiap hari, orang-orang sekeliling yang menyayangi kita, yang pasti semua yang ada di bumi tempat kita berpijak ini semua sifatnya tidak abadi. Agar kita selalu ingat akan bersyukur kepada Sang Pencipta, selain kita menjadi pribadi yang taqwa, salah satu caranya adalah mendekat dengan alam. Berbicara tentang alam, berikut aku akan menceritakan pengalamanku mengunjungi sebuah tempat yang penuh akan keindahan.


Tidak sering aku melakukan perjalanan seperti ini, karena selalu sulit mendapatkan izin dari ayah untuk pergi jauh ke luar kota. Ini perjalanan ku menuju kota apel, Malang. Sebenarnya bukan bertempat di Malang sih, harus melalui puluhan kilo lagi untuk sampai ke tempat tujuan. Aku bersama enam belas temanku berangkat dari Surabaya pukul 06.30 pagi. Bersamaan dengan matahari yang baru saja menampakkan dirinya, kami bergegas menuju tempat yang tak sabar ingin kami nikmati keindahannya. Perjalanan pertama adalah menuju Malang kota terlebih dahulu, karena kami harus menjemput salah satu teman yang berkuliah di salah satu Universitas Negeri Malang. Perjalanan yang bisa dibilang tanpa rencana ini dengan bermodal kendaraan motor saja.

Setelah melakukan perjalanan puluhan kilo dengan waktu yang hampir terhitung tiga jam lebih sekian menit, sampai lah aku dan teman-teman di kota yang terkenal dengan buah apelnya. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju tempat yang menjadi tujuan kami, aku dan teman-teman mengisi perut yang sejak pagi belum terisi apapun ini. Aku dan teman-teman berhenti sejenak di warung soto ayam pinggir jalan. Di tengah-tengah sedang makan, datang temanku yang sejak tadi kami tunggu kedatangannya. Setelah perut kenyang, aku dan teman-teman siap melanjutkan perjalanan yang masih memerlukan beberapa jam lagi untuk sampai.

Hari itu matahari sangat terik, namun itu tidak menyurutkan niatku dan teman-teman untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang awalnya ditargetkan hanya dua jam, nyatanya menjadi lebih dari itu karena harus saling tunggu-menunggu teman yang paling belakang tertinggal. Menunggu menjadi tidak bosan karena teman-temanku belum berubah, masih selalu punya bahan candaan yang konyol. 

Aku dan teman-teman harus melalui medan yang tidak cukup baik untuk dilalui. Jalan yang berkelok, sedikit licin, dan juga lubang di sana sini membuat semakin lama perjalanan kami, karena harus lebih berhati-hati karena kanan kiri jalanan adalah jurang yang sangat dalam. Dengan penuh kesabaran aku dan teman-teman terus melalui jalanan ini, karena tidak ada jalan pintas lain selain melewati jalan ini. “wuuuu, sebentar lagi men, baunya uda kecium nih” teriakkan salah satu teman mengagetkanku yang hampir tertidur di atas motor ini. 

Tidak lama dari itu aku dan teman-teman melihat papan penunjuk arah yang ditancapkan persis di ujung pertigaan, yang memberi petunjuk arah dimana tempat yang akan kami tuju ini. Namun kami semua sempat dibingungkan dengan papan penunjuk arah tersebut, dengan ragu-ragu aku dan teman-teman mengambil keputusan untuk berbelok ke kanan. Setelah itu, aku dan teman-teman menghentikan motor karena kami merasa ada yang aneh dengan jalan ini. Aku dan teman-teman berteduh di gubuk kecil pinggir jalan entah milik siapa. Kemudian salah satu teman saya berteriak mengatakan bahwa ada dua teman kita yang ketinggalan. Akhirnya aku dan teman-teman kembali menuju papan penunjuk arah tadi, dan dua teman yang ketinggalan tadi sedang menepi tak jauh dari pertigaan. “kalian salah arah woi, kesini harusnya, aku uda pernah kesini sebelumnya” ucap salah satu temanku yang tadinya kami pikir mereka ketinggalan, malah justru aku dan teman-teman lain yang salah arah.

Perjalanan berlanjut di pandu dengan dua orang temanku yang pernah kesini sebelumnya. Tidak lama kemudian aku dan teman-teman mendengar suara smar-samar yang membuat kami semua tersenyum senang pertanda bahwa tempat tujuan kami sudah didepan mata. Sebelum masuk aku dan teman-teman harus membayar tiket masuk terlebih dahulu. Ternyata jalan akses menuju tempatnya ini perlu beberapa ratus meter lagi, dan jalanannya tidak semulus aspal-aspal di kota Surabaya. Jalananna berbatu dan tak jarang aku dan teman-teman harus menarik gas motor untuk bisa melaju kedepan. 

Usaha keras selama perjalanan menghantarkan aku dan teman-teman kesini. Kesini, iya kesini, ke sebuah pantai yang tidak kalah indahnya dengan pantai Kuta Bali. Aku dan teman-teman disambut dengan suara deburan ombak yang seakan merayu kami untuk segera turun bermain bersamanya. Hembusan anginnya sejuk membuat aku dan teman-teman berkhayal “andai udara di Surabaya seperti ini”. Pantai Gua Cina, ya ini lah tempat tujuan aku dan teman-teman, yang membuat kami rela melewati puluhan kilo hanya untuk menjamah keindahan alamnya.

Pantai ini sungguh indah, jarang sekali menjumpai hal seperti ini di Surabaya, pantai ini sejenak membuat aku dan teman-teman melepaskan penat setiap hari beraktivitas yang tak jarang membuatku dan teman-teman stres dan jenuh. Aku dan teman-teman langsung menuju sebuah tenda, tenda ini milih salah seorang temanku yang sejak semalam menginap di pantai ini. Barang bawaan kami dititipin disini, karena aku dan teman-teman tak sabar ingin segera turun ke pantai. Selain pantai dengan gulungan ombaknya yang indah, tampak di samping kanan sana terdapat sesuatu yang terbuat dari batu, menyerupai sebuah gua. Aku dan teman-teman penasaran dengan batu yang ukurannya cukup besar itu. Ternyata ini merupakan batu yang didalamnya seperti gua, ya walaupun bukan gua-gua yang umunya besar dan panjang. Bisa disebut ini gua kecil-kecilan. 
Tidak hanya bermain ombak, pasir, dan menyusuri gua. Aku dan teman-teman berenang bersama menikmati segarnya air yang masih alami di pantai ini. Berenang disini tidak bisa seperti berenang di kolam renang, ya hanya sekedar menceburkan diri sepinggang, namun ini sangat menyenangkan. Batu pasir, terumbu karang, dan batu-batuan yang warna-warni melengkapi keindahan pantai ini. Tak lupa aku dan teman-teman segera mengambil kamera untuk mengabadikan momen seru ini. 


Tidak puas disini aku dan teman-teman penasaran sekali dengan sesuatu di tengah pantai sana, seperti daratan ditengah pantai. Namun perlu usaha keras karena harus berjalan didalam air dengan terjangan ombak yang tak jarang membuat aku dan teman-teman hampir terjatuh. Tak bisa melihat ada apa dibawah, membuat aku dan teman-teman harus berhati-hati melewati karang-karang di bawah air. “awww” teriakku dengan keras, karang-karang ini mengggores ibu jari kakiku, darahnya tak mau berhenti, perihnya bukan kepalang, namun tetap aku lanjutkan berjalan menuju daratan tengah pantai itu dengan menahan sakit dan perihnya.

Setelah puas bermain-main, aku dan teman-teman berjalan menuju tenda untuk beristirahat. Ternyata di tenda temanku sedang memasak makanan untuk kami semua. Bisa ditebaklah makanan apa yang dimasak di suasana seperti ini, makanan penunda lapar yang tidak banyak memerlukan banyak bahan-bahan. Mi instan, teman saya membuatkan kami semua mi instan, karena kondisi perut yang kosong karena energi terkuran saat perjalanan tadi, tanpa pikir panjang aku dan teman-teman menyantap makanan yang ala kadarnya. Dengan ditemani es kelapa muda yang ditampung dengan batok kelapa itu sendiri, benar-benar suasana pantai yang kental. 

Hari mulai gelap, matahari sudah tak seberapa memancarkan sinarnya, tanda matahari akan bertukar tugas dengan bulan. Sebelum gelap, aku dan teman-teman bersiap-siap untuk segera meninggalkan pantai ini, walaupun hati masih ingin berlama-lama disini. Oke, terima kasih Gua Cina, telah memanjakan mataku dan teman-teman dengan keindahan-keindahan ini.  Semoga nanti aku dapat kembali kesini dan pastinya aku akan rindu dengan keindahan alammu.