Di
dunia sering sekali kita menjumpai banyak keindahan. Seluruh keindahan yang
kita nikmati ini merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya sementara.
Rasa syukur harus selalu kita panjatkan karena mengingat semua ini hanya
titipan dariNya. Napas yang kita hirup setiap hari, orang-orang sekeliling yang
menyayangi kita, yang pasti semua yang ada di bumi tempat kita berpijak ini
semua sifatnya tidak abadi. Agar kita selalu ingat akan bersyukur kepada Sang
Pencipta, selain kita menjadi pribadi yang taqwa, salah satu caranya adalah
mendekat dengan alam. Berbicara tentang alam, berikut aku akan menceritakan
pengalamanku mengunjungi sebuah tempat yang penuh akan keindahan.
Tidak
sering aku melakukan perjalanan seperti ini, karena selalu sulit mendapatkan
izin dari ayah untuk pergi jauh ke luar kota. Ini perjalanan ku menuju kota
apel, Malang. Sebenarnya bukan bertempat di Malang sih, harus melalui puluhan
kilo lagi untuk sampai ke tempat tujuan. Aku bersama enam belas temanku berangkat dari
Surabaya pukul 06.30 pagi. Bersamaan dengan matahari yang baru saja menampakkan
dirinya, kami bergegas menuju tempat yang tak sabar ingin kami nikmati
keindahannya. Perjalanan pertama adalah menuju Malang kota terlebih dahulu,
karena kami harus menjemput salah satu teman yang berkuliah di salah satu Universitas
Negeri Malang. Perjalanan yang bisa dibilang tanpa rencana ini dengan bermodal
kendaraan motor saja.
Setelah
melakukan perjalanan puluhan kilo dengan waktu yang hampir terhitung tiga jam
lebih sekian menit, sampai lah aku dan teman-teman di kota yang terkenal dengan
buah apelnya. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju tempat yang menjadi tujuan
kami, aku dan teman-teman mengisi perut yang sejak pagi belum terisi apapun
ini. Aku dan teman-teman berhenti sejenak di warung soto ayam pinggir jalan. Di
tengah-tengah sedang makan, datang temanku yang sejak tadi kami tunggu
kedatangannya. Setelah perut kenyang, aku dan teman-teman siap melanjutkan
perjalanan yang masih memerlukan beberapa jam lagi untuk sampai.
Hari
itu matahari sangat terik, namun itu tidak menyurutkan niatku dan teman-teman
untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang awalnya ditargetkan hanya dua
jam, nyatanya menjadi lebih dari itu karena harus saling tunggu-menunggu teman
yang paling belakang tertinggal. Menunggu menjadi tidak bosan karena
teman-temanku belum berubah, masih selalu punya bahan candaan yang konyol.
Aku
dan teman-teman harus melalui medan yang tidak cukup baik untuk dilalui. Jalan yang
berkelok, sedikit licin, dan juga lubang di sana sini membuat semakin lama
perjalanan kami, karena harus lebih berhati-hati karena kanan kiri jalanan
adalah jurang yang sangat dalam. Dengan penuh kesabaran aku dan teman-teman
terus melalui jalanan ini, karena tidak ada jalan pintas lain selain melewati
jalan ini. “wuuuu, sebentar lagi men, baunya uda kecium nih” teriakkan salah
satu teman mengagetkanku yang hampir tertidur di atas motor ini.
Tidak
lama dari itu aku dan teman-teman melihat papan penunjuk arah yang ditancapkan
persis di ujung pertigaan, yang memberi petunjuk arah dimana tempat yang akan
kami tuju ini. Namun kami semua sempat dibingungkan dengan papan penunjuk arah
tersebut, dengan ragu-ragu aku dan teman-teman mengambil keputusan untuk
berbelok ke kanan. Setelah itu, aku dan teman-teman menghentikan motor karena
kami merasa ada yang aneh dengan jalan ini. Aku dan teman-teman berteduh di
gubuk kecil pinggir jalan entah milik siapa. Kemudian salah satu teman saya
berteriak mengatakan bahwa ada dua teman kita yang ketinggalan. Akhirnya aku
dan teman-teman kembali menuju papan penunjuk arah tadi, dan dua teman yang
ketinggalan tadi sedang menepi tak jauh dari pertigaan. “kalian salah arah woi,
kesini harusnya, aku uda pernah kesini sebelumnya” ucap salah satu temanku yang
tadinya kami pikir mereka ketinggalan, malah justru aku dan teman-teman lain
yang salah arah.
Perjalanan
berlanjut di pandu dengan dua orang temanku yang pernah kesini sebelumnya. Tidak
lama kemudian aku dan teman-teman mendengar suara smar-samar yang membuat kami
semua tersenyum senang pertanda bahwa tempat tujuan kami sudah didepan mata. Sebelum
masuk aku dan teman-teman harus membayar tiket masuk terlebih dahulu. Ternyata jalan
akses menuju tempatnya ini perlu beberapa ratus meter lagi, dan jalanannya
tidak semulus aspal-aspal di kota Surabaya. Jalananna berbatu dan tak jarang
aku dan teman-teman harus menarik gas motor untuk bisa melaju kedepan.
Usaha
keras selama perjalanan menghantarkan aku dan teman-teman kesini. Kesini, iya
kesini, ke sebuah pantai yang tidak kalah indahnya dengan pantai Kuta Bali. Aku
dan teman-teman disambut dengan suara deburan ombak yang seakan merayu kami
untuk segera turun bermain bersamanya. Hembusan anginnya sejuk membuat aku dan
teman-teman berkhayal “andai udara di Surabaya seperti ini”. Pantai Gua Cina,
ya ini lah tempat tujuan aku dan teman-teman, yang membuat kami rela melewati
puluhan kilo hanya untuk menjamah keindahan alamnya.
Pantai
ini sungguh indah, jarang sekali menjumpai hal seperti ini di Surabaya, pantai
ini sejenak membuat aku dan teman-teman melepaskan penat setiap hari
beraktivitas yang tak jarang membuatku dan teman-teman stres dan jenuh. Aku dan
teman-teman langsung menuju sebuah tenda, tenda ini milih salah seorang temanku
yang sejak semalam menginap di pantai ini. Barang bawaan kami dititipin disini,
karena aku dan teman-teman tak sabar ingin segera turun ke pantai. Selain pantai
dengan gulungan ombaknya yang indah, tampak di samping kanan sana terdapat
sesuatu yang terbuat dari batu, menyerupai sebuah gua. Aku dan teman-teman
penasaran dengan batu yang ukurannya cukup besar itu. Ternyata ini merupakan
batu yang didalamnya seperti gua, ya walaupun bukan gua-gua yang umunya besar
dan panjang. Bisa disebut ini gua kecil-kecilan.
Tidak
hanya bermain ombak, pasir, dan menyusuri gua. Aku dan teman-teman berenang
bersama menikmati segarnya air yang masih alami di pantai ini. Berenang disini
tidak bisa seperti berenang di kolam renang, ya hanya sekedar menceburkan diri
sepinggang, namun ini sangat menyenangkan. Batu pasir, terumbu karang, dan
batu-batuan yang warna-warni melengkapi keindahan pantai ini. Tak lupa aku dan
teman-teman segera mengambil kamera untuk mengabadikan momen seru ini.
Tidak
puas disini aku dan teman-teman penasaran sekali dengan sesuatu di tengah
pantai sana, seperti daratan ditengah pantai. Namun perlu usaha keras karena
harus berjalan didalam air dengan terjangan ombak yang tak jarang membuat aku
dan teman-teman hampir terjatuh. Tak bisa melihat ada apa dibawah, membuat aku
dan teman-teman harus berhati-hati melewati karang-karang di bawah air. “awww”
teriakku dengan keras, karang-karang ini mengggores ibu jari kakiku, darahnya
tak mau berhenti, perihnya bukan kepalang, namun tetap aku lanjutkan berjalan
menuju daratan tengah pantai itu dengan menahan sakit dan perihnya.
Setelah
puas bermain-main, aku dan teman-teman berjalan menuju tenda untuk
beristirahat. Ternyata di tenda temanku sedang memasak makanan untuk kami
semua. Bisa ditebaklah makanan apa yang dimasak di suasana seperti ini, makanan
penunda lapar yang tidak banyak memerlukan banyak bahan-bahan. Mi instan, teman
saya membuatkan kami semua mi instan, karena kondisi perut yang kosong karena
energi terkuran saat perjalanan tadi, tanpa pikir panjang aku dan teman-teman
menyantap makanan yang ala kadarnya. Dengan ditemani es kelapa muda yang
ditampung dengan batok kelapa itu sendiri, benar-benar suasana pantai yang
kental.
Hari
mulai gelap, matahari sudah tak seberapa memancarkan sinarnya, tanda matahari
akan bertukar tugas dengan bulan. Sebelum gelap, aku dan teman-teman
bersiap-siap untuk segera meninggalkan pantai ini, walaupun hati masih ingin
berlama-lama disini. Oke, terima kasih Gua Cina, telah memanjakan mataku dan
teman-teman dengan keindahan-keindahan ini. Semoga nanti aku dapat kembali kesini dan
pastinya aku akan rindu dengan keindahan alammu.